Senin, 19 Mei 2014

Kisah Nyata : masih ada Asa di Negeri yang "Hilang"



Menggugah Hati Masyarakat yang Mulai Beku

v  Gambaran Umum

Desa Dewakang merupakan sebuah desa yang subur, berada di daerah kepulauan kecamatan Liukang Kalmas kabupaten pangkep, dengan luas wilayah 10,9 Hektar, terletak di sebelah timur Kota Makassar, dengan jarak tempuh dari pelabuhan poetere untuk mencapai pulau dewakang selama ± 10 jam mengarungi lautan selat Makassar, Desa dewakang dihuni oleh 1.814 Jiwa penduduk. Mata pencaharian mayoritas masyarakat dewakang  adalah Petani rumput laut dan Nelayan. Desa dewakang memiliki potensi yang luar biasa, hasil laut dan pertanian sangat menunjang dalam peningkatan kesejahteraan masyarakat selain itu bantuan dari program PNPM-MPd juga berperan besar dalam pembangunan yang ada di desa ini.
Hasil pembangunan melalui Program PNPM-MPd mulai dinikmati masyarakat desa dewakang sejak tahun 2008, sarana prasarana yang telah dibangun seperti tanggul pemecah ombak,jalan rabat beton, telah dimanfaatkan oleh masyarakat. begitu pula dengan dana bergulir berupa pinjaman modal  dalam bentuk simpan pinjam kelompok perempuan yang sangat membantu masyrakat khususnya kaum perempuan dalam meningkatkan kesejahteraan keluarganya. Khusus untuk tahun anggaran 2014 sesuai dengan hasil MAD penetapan desa dewakang mendapatkan bantuan berupa mesin Listrik (Genset) yang berlokasi di dusun dewakang lompo.

Pola Pikir masyarakat
 
Tidak terasa program PNPM-MPd sudah berjalan 6 tahun di kecamatan liukang kalmas, dengan hasil pembangunan yang tentu saja sangat membantu meningkatkan kesejahteraan masyrakat. namun demikian, masih banyak hal yang perlu dibenahi seperti kesadaran masyarakat dalam hal berperan aktif dalam pembangunan, pola pikir masyarakat yang fragmatis, Skeptis, bahkan cenderung apatis sangat mempengaruhi nilai-nilai kebersamaan dalam kehidupan bermayarakat. Hilangnya nilai gotong royong dan keswadayaan dalam masyarakat merupakan bentuk nyata bahwa masih banyak hal yang perlu diperbaiki dalam hubungan social kemasyarakatan.
Hal inilah yang menjadi tantangan bagi para pelaku pemberdayaan masyarakat untuk sedikit demi sedikit merubah pola pikir masyarakat sehingga nilai-nilai keswadayaan dan gotong royong dapat kembali hidup dalam sanubari setiap masyarakat. Meski hal itu tidak semudah membalikkan telapak tangan. Diperlukan kemauan dan semangat dari setiap pelaku pemberdayaan masyarakat dalam memberikan pandangan-pandangan positif dan penyadaran untuk mewujudkannya.

v  Menggugah hati masyarakat dengan penyadaran melalui Musyawarah desa

Minggu pagi, tanggal 23 maret tepat pukul 10.00 Wita, masyarakat dewakang lompo sudah berkumpul di sekolah dasar untuk mengikuti musyawarah Desa dengan agenda Informasi hasil MAD penetapan untuk tahun anggaran 2014 dan membahas tentang penyelesaian kegiatan pembangunan jalan Rabat beton tahun anggaran 2013 yang belum rampung sesuai dengan Rencana Kerja yang telah dibuat.
Jalannya musyawarah yang dibuka oleh kepala desa dan dipandu oleh KPMD berjalan dengan khidmat, masyarakat begitu seksama mendengarkan penjelasan-penjelasan dari fasilitator mengenai program PNPM-MPd untuk tahun anggaran 2014 dimana desa dewakang kembali mendapatkan bantuan berupa pengadaan mesin Listrik .
Pada saat Pembahasan tentang kegiatan pembangunan jalan rabat beton yang belum rampung peserta musyawarah sudah mulai memanas, pekerjaan rabat beton sepanjang 2240 meter ini sudah selesai sepanjang 2144 meter, atau masih kurang 96 meter dari target pekerjaan. Terlambatnya pekerjaan ini disebabkan oleh kurangnya tenaga kerja dan material lokal yang belum terkumpul dilokasi pekerjaan. TPK dan kelompok masyarakat saling menyalahkan. masyarakat beranggapan TPK tidak serius dalam menyelesaikan pekerjaan, sedangkan TPK berkilah kurangnya partisipasi masyarakat dalam membantu penyelesaian pekerjaan dengan tidak membantu dalam pengadaan material lokal yang mempengaruhi progress penyelesaian pekerjaan. Alasan masyarakat sehingga tidak mau mengumpulkan material lokal ini disebabkan harga yang tidak sesuai, masyarakat menginginkan agar upah dalam pengumpulan material lokal ini dapat dinaikkan yang mulanya harga material di RAB sebesar Rp. 70.000,- menjadi Rp. 80.000,-
Ditengah jalannya Musyawarah, fasilitator  memberikan pandangan-pandangan positif yang diharapkan dapat menggugah hati masyarakat agar dapat bekerjasama dalam proses penyelesaian pekerjaan. Fasilitator memberikan penyadaran bahwa yang akan menikmati dan menggunakan jalan rabat ini adalah masyarakat sendiri, sebelum jalan rabat beton ini dibangun, pada saat musim kemarau debu beterbangan dan pada saat musim hujan datang jalanan akan menjadi becek dan licin yang tentunya sangat mengganggu aktifitas dan keselamatan masyarakat sendiri. Dilain sisi jika jalan rabat beton ini tidak segera dirampungkan, maka kemungkinan besar bantuan berupa mesin listrik yang akan terdanai pada tahun ini tidak akan terealisasi. Sehingga dibutukan kerjasama dan gotong royong dari masyarakat dalam proses penyelesaian pekerjaan yang terhambat karena tidak adanya pengumpul material lokal (kerikil) yang masih kurang 20 m3.
Setelah mendengarkan arahan-arahan dari fasilitator, salah satu tokoh agama ustadz Ibrahim angkat bicara dengan mengatakan “saya siap berswadaya dalam bentuk uang tunai sebesar Rp. 500.000,- untuk pengadaan material lokal, dari pada pengadaan genset tidak terealisasi Cuma gara-gara pekerjaan sepanjang 96 meter tidak selesai dan juga yang akan menikmati hasil pembangunan ini adalah kita semua masyarakat dewakang lompo,bukan orang luar” . hal ini memancing masyarakat lainnya untuk ikut berperan dalam menangani masalah ini, seakan tidak mau kalah ketua RT 3 juga bersedia untuk berswadaya material sebayak 1 m3, kemudian disusul oleh salah seorang tokoh masyarakat H. arsyad yang juga siap berswadaya berupa untuk menyelesaikan pekerjaan rabat beton ini. Pada akhirnya kurangnya tenaga kerja dan  material lokal sebanyak 20 m3 yang menghambat pekerjaan dapat terkumpul dari sumbangsih dan kesadaran masyarakat.
  Kesimpulan
Mengubah pola pikir masyarakat yang mulai meninggalkan nilai-nilai kebersamaan bukan tidak mungkin dilakukan sepanjang ada kemauan dan niat yang baik untuk menjaga kultur budaya kita yang dari jaman dahulu telah terkenal dengan semangat kebersamaan dan sifat kegotong royongannya. Seperti kata pepatah “ Ringan sama dijinjing Berat sama dipikul ”.
Dengan kembalinya kesadaran masyarakat tentang kepedulian terhadap kemajuan desa serta munculnya kembali nilai-nilai gotong royong yang selama ini  mulai memudar, sangat membantu dalam proses  kemajuan dan kemandirian desa yang sangat menunjang dalam pembangunan dinegeri ini.